Faisal Ismail: Noda Hitam di Serambi Mekkah

Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

NANGGROE Aceh Da­rus­­­salam (NAD) me­­­rupakan salah sa­­­tu provinsi yang di­­­beri status istimewa oleh P­e­me­­­rintah Republik Indonesia. Se­­­bagai daerah istimewa, Aceh di­­­perbolehkan menerapkan hu­kum Islam (syariat) bagi ma­sya­ra­­kat muslim yang tinggal di pro­vin­si tersebut.

Dengan me­nyan­dang status istimewa ini di­ben­tuk­lah Mahkamah Syar­’iyah (per­adilan agama) di Aceh yang me­n­angani kasus-ka­sus hu­kum yan­g diproses dan dip­u­tus ber­da­sarkan sya­riat Islam (qa­nun).

Kon­s­isten de­ngan pe­ne­rapan qa­nun ini, Mah­kamah Syar’iyah di Aceh se­suai dengan tu­gas po­kok dan fung­sinya telah mem­be­ri­kan hu­k­uman kepada orang-orang yang per­buat­an­nya ter­buk­ti ber­salah di sidang peng­adil­a­n ag­a­ma karena me­lang­gar pe­r­da sya­riah. Misalnya hu­kum­an cam­buk sebanyak 30 kali ke­pa­­da orang yang berjudi (mai­sir)  yang pencambukannya dil­a­ku­kan secara terbuka di mu­ka pub­lik dan ditonton masyarakat.

Keterpautannya dengan se­ja­rah kebesaran yang panjang di masa silam menyebabkan Aceh diberi ikon sebagai Se­ram­bi Mekkah. Mekkah adalah ko­ta kelahiran Nabi Mu­ham­mad SAW, kota kelahiran aga­ma Islam, dan kota suci bagi umat Islam di seluruh dunia un­t­uk mengerjakan ibadah haji dan umrah.

Dengan me­nyan­dang ikon dan ciri khas ini, Aceh di­citrakan sebagai provinsi de­ngan mayoritas penduduk mus­lim yang taat beragama se­pe­r­ti kehidupan masyarakat mus­lim di Kota Suci Mekkah. Pe­n­amaan Aceh sebagai Se­ram­bi Mekkah dikaitkan de­ngan sejarah masa lalu saat dae­rah ini berstatus sebagai ke­sul­tan­an besar yang meng­hor­mati dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam ke­hi­dup­an masyarakatnya.

Noda Hitam

Mengejutkan! Bisnis pros­ti­tu­si (pelacuran) online  sudah me­­rambah Aceh yang dijuluki se­­bagai Serambi Mekkah. Hari Ra­­bu (21 Maret 2018), per­so­nel Pol­resta Banda Aceh me­nang­kap seorang pria muda ber­ini­sial MRS alias An, 28, yang ber­pro­fesi sebagai mu­ci­ka­ri dan tu­juh wanita pekerja seks ko­mer­sial (PSK) se­wa­an­nya di sebuah ho­tel berbintang (The Pade) di Ja­lan Soekarno-Ha­t­ta, Aceh Be­sar.

An, sang mu­cikari, dan tuj­uh PSK pa­jang­annya di­tan­g­kap dan dita­han di polresta se­tem­pat untuk men­jalani proses hu­kum lebih lan­j­ut. Ketika d­i­in­terogasi oleh pe­tugas ­k­e­po­li­si­an, An meng­aku para pe­lang­gan bisnis syah­wat esek-esek itu ber­asal dari ber­bagai kalangan di Aceh, ter­ma­suk para pebisnis dan pejabat.

Ketujuh wanita PSK yang di­tangkap itu adalah Ay, 28, asal Simeulue, MJ, 23, asal Aceh Te­ngah, dan RM, 23, asal Bi­reuen. Adapun empat wanita PSK lainnya merupakan warga Kota Banda Aceh, masing-masing berinisial CA, 24, DS, 24, RR, 21, dan IZ, 23. Semua PSK yang menjadi pajangan atau sewaan An ini masih mu­da.

Sang mucikari mengaku bah­wa ia tidak merekrut para PSK tersebut, tapi mereka da­tang sendiri kepadanya dan me­nawarkan diri untuk ikut da­lam bisnis syahwat ini. Ke­ti­ka diinterogasi oleh aparat ke­po­lisian, sang mucikari juga meng­aku bahwa tarif untuk se­orang PSK sekali kencan men­capai Rp2 juta. Untuk long time  Rp2 juta, sedang untuk short time  Rp1 juta.

Kapolresta Banda Aceh AKBP Trisno Riyanto menga­ta­kan, sindikat prostitusi da­ring ini berhasil dibongkar se­te­lah apa­rat kepolisian men­da­pat la­por­an dari warga se­tem­pat. Ke­mu­dian aparat ke­po­li­si­an ber­ge­rak cepat dengan mel­a­ku­kan pe­nyamaran untuk meng­usut bis­nis esek-esek ter­se­but.

De­ngan cara menyamar ini, aparat ke­polisian meng­hu­bungi no­mor ponsel yang me­mang me­nye­diakan layanan bis­nis pros­ti­tusi ini. Aparat ke­po­lisian, kata AKBP Trisno Ri­yan­to lebih lan­jut, dijanjikan akan mendapat la­yanan pros­ti­tusi di sebuah h­o­tel di kawasan Aceh Besar.

Se­t­i­ba­­nya di hotel, apa­rat kepolisian yang menya­mar itu diper­t­e­mu­kan oleh mu­cikari dengan dua pe­rempuan PSK yang masih mu­da dengan ta­rif Rp4 juta. De­ngan cara ini ter­bongkarlah bis­nis esek-esek di hotel ter­sebut. Da­ri hasil pe­me­riksaan polisi, ung­kap Tris­no, semua PSK m­u­da itu masih ber­status sebagai ma­hasiswi di be­berapa uni­ver­si­tas swasta di Ban­da Aceh dan ber­asal dari be­berapa ka­bu­pa­ten/ko­ta di Aceh.

Transaksi Prostitusi

Trisno Riyanto menga­ta­kan bahwa An yang berprofesi se­bagai mucikari di Aceh Besar itu adalah pemuda yang berasal da­ri Sumatera Utara dan telah me­lakoni profesinya sebagai mu­cikari selama dua tahun.

Un­tuk melakukan transaksi pros­titusi ini, mucikari itu me­n­g­i­rim foto-foto PSK melalui pon­selnya kepada calon pe­lang­gannya dan apabila calon pe­langgan tersebut merasa co­cok dengan salah seorang PSK, dia lantas memesan langsung ke­pada An. Kemudian An mem­­­pertemukan langsung si pe­langgan dengan PSK pil­ih­an­nya. Trisno mengatakan, sang mun­cikari mencari wanita yang mau menjadi PSK ter­s­e­but melalui jalur pertemanan.

Lebih lanjut Kapolresta Ban­­da Aceh menjelaskan, pi­hak­­­nya dalam waktu dekat akan menuntaskan pem­er­ik­sa­an terhadap An dan berkas per­ka­­ranya akan segera di­lim­pah­kan ke Kejari Banda Aceh. Da­lam kasus ini, An akan di­je­rat de­ngan Pasal 25 ayat (2) j o  Pa­sal 23 ayat (2) j o  Pasal 6 Qa­nun N­o­mor 6 Tahun 2014 ten­tang Hu­kum Jinayat.

Ancaman hu­kum­annya adalah 45 kali cam­buk di mu­ka umum, denda 459 gram emas murni atau hu­kum­an pen­jara paling lama 45 bu­lan. Ada­pun untuk pe­na­ngan­an k­a­sus ketujuh PSK ter­se­but, pihak ke­polisian akan me­ngoor­di­na­si­kan penyelesai­an­n­ya dengan Pe­merintah Ko­ta Banda Aceh dan akan m­e­mang­gil kedua orang tua mereka.

Kasus prostitusi di Aceh Besar menggugah perha­ti­an Gufran Zainal Abidin (Ke­tua Komisi VII DPR Aceh). Guf­ran Zainal mengatakan, pi­hak­nya akan terus melakukan peng­awasan penerapan syariat I­s­lam di daerahnya.

Dia m­e­min­ta Pemerintah Aceh untuk te­rus mengintensifkan sos­ia­li­sa­si syariat Islam kepada se­mua pengelola hotel di Aceh agar penerapannya berjalan efek­tif. Jika pengelola hotel te­tap melanggar syariat Islam, Guf­ran menyerukan agar izin usa­hanya dicabut.

Sudah sepatutnya bisnis pros­titusi di Serambi Mekkah (atau di mana saja di negeri ini) di­cegah dan diberantas ka­rena prak­tik ini merupakan per­­buat­an amoral dan asusila. Da­­lam bahasa agama, pros­ti­tusi (pe­lacuran) sama dengan per­­zi­naan dan hukumnya ada­lah haram.(maf)

Repost:nasional.sindonews.com

إرسال تعليق

أحدث أقدم