Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Sebelum kemerdekaan RI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 isu sensitif yang dihadapi founding fathers adalah tentang dasar negara. Persoalan ini dibicarakan oleh kelompok nasionalis netral agama dan nasionalis muslim di sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI, dibentuk pada 24 April 1945, melaksanakan sidangnya pada 29 Mei-1 Juni 1945 dan pada 10-16 Juli 1945. Pada mulanya, kalangan nasionalis muslim mengusulkan Islam sebagai dasar negara. Setelah Soekarno menyampaikan pidatonya tentang Pancasila pada 1 Juni 1945, kelompok nasionalis netral agama dan nasionalis muslim menerima Pancasila gagasan Soekarno. Kemudian Pancasila usulan Soekarno itu direformulasi oleh Tim Sembilan dengan urutan sila dan rumusannya seperti yang kita kenal sekarang ini.
Apa yang ingin saya utarakan dengan mengungkap fragmen sejarah di atas? Para founding fathers mampu saling mengakomodasi aspirasi politik kebangsaan dan kenegaraan sehingga bangsa Indonesia yang majemuk ini tetap utuh. Persoalan dasar negara terselesaikan. Fenomena yang sama terjadi pasca-Pemilu 1955 yang saat itu Konstituante hendak menyusun undang-undang dasar baru dan dasar negara kembali menjadi perdebatan. Perdebatan alot tentang dasar negara menyebabkan terjadinya kebuntuan politik. Menghadapi situasi ini, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, isinya kembali ke UUD 1945 yang berarti Pancasila tetap menjadi dasar negara. Sekali lagi, persoalan dasar negara terselesaikan.
Berhasil Mengatasi Ancaman
Sejak awal berdirinya, ancaman terhadap integritas NKRI mengguncang bertubi-tubi. Dengan taktik politik hendak memecah belah NKRI, Belanda mendiktekan berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) yang antara lain terdiri dari Negara Sumatra Selatan, Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dll. Namun RIS hanya bertahan kurang dari satu tahun (1949-1950) karena para pemimpin RI sadar bahwa RIS telah menyimpang dari cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945. RIS ditinggalkan dan NKRI pun ditegakkan kembali secara utuh dan berdaulat.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memberontak di Jawa Barat dan memproklamasikan berdirinya Darul Islam (DI). Ia memimpin pasukannya (Tentara Islam Indonesia/TII) dan mengklaim sebagai imam (kepala negara). Gerakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo diikuti oleh Kahar Muzakkar di Makassar dan oleh Daud Beureueh di Aceh. Gerakan DI/TII di Jawa Barat, Makassar, dan Aceh bertujuan untuk mendirikan negara berbasis Islam. Ketiga pemberontakan ini dipadamkan oleh tentara RI. Gerakan DI/TII Kartosuwiryo ditumpas pada 1962, gerakan DI/TII Kahar Muzakkar ditekuk pada 1960, dan gerakan DI/TII Daud Beureueh diredam pada 1959.
Ancaman lain terhadap NKRI datang dari Republik Maluku Selatan (RMS) yang diproklamasikan pada 25 April 1950 dan Dr Chris Soumokil mengklaim sebagai presidennya. Tujuan utama gerakan RMS adalah mendirikan negara merdeka dengan pemerintahan sendiri yang berdaulat. Pembangkangan RMS ditumpas oleh tentara RI dan pemimpin pemberontak, Soumokil, ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962. Soumokil diadili di pengadilan militer di Jakarta, dijatuhi hukum mati dan dieksekusi pada 12 April 1966.
Selanjutnya ancaman terhadap integritas NKRI datang dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dideklarasikan di Padang pada 15 Februari 1958. PRRI merupakan puncak eskalasi konflik antara pemerintah pusat (Jakarta) dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat segera melakukan operasi militer gabungan yang melibatkan Angkatan Darat, Laut, dan Udara yang disebut sebagai Operasi Tegas. Operasi Tegas berhasil menumpas PRRI dan dalam waktu singkat banyak pemimpin PRRI menyerahkan diri. Pada 29 Mei 1961 Ahmad Husein selaku panglima tertinggi menyerahkan diri dan tamatlah riwayat PRRI.
Pemberontakan Perjuangan Semesta (Permesta) yang pecah pada 2 Maret 1967 dan dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual juga merupakan ancaman terhadap keutuhan NKRI. Permesta menyatakan dukungannya kepada PRRI yang berbasis di Padang. Pembangkangan Permesta ini pun dapat diredam oleh tentara RI. Pada 1961 pemerintah pusat, melalui Keppres Nomor 322/ 1961 memberikan amnesti dan abolisi kepada siapa saja yang terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Amnesti dan abolisi yang sama juga diberikan kepada siapa saja yang terlibat dalam pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Makassar.
Daya Tahan yang Tangguh
Dari masa ke masa NKRI terus diuji dengan berbagai cobaan, tantangan, dan ancaman dengan berbagai motif dan isu-isu peka yang berbeda. Dalam menghadapi ancaman ini NKRI dari masa ke masa membuktikan daya tahannya yang kuat dan tangguh. Pada 2005 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dapat diselesaikan di Helsinki (Finlandia) dengan mengedepankan dialog dan perundingan sehingga tercapai kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan GAM. Begitupula Pemerintah RI mampu meredam gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) sehingga Papua tetap menjadi bagian sah Republik Indonesia, yang dengan demikian keutuhan NKRI tetap terjaga.
Setelah tumbangnya Orde Baru konflik bernuansa agama pecah antara kelompok beragama Islam dan penganut Kristen di Poso dan Ambon. Terjadi saling bakar rumah hunian dan rumah ibadah. Melalui dialog dan kesepakatan Malino I & II, konflik tersebut dapat diselesaikan dan perdamaian antara kedua belah pihak tercipta. Juga, clash suku Dayak dan Madura di Sampit dapat diselesaikan secara proporsional. Gerakan kelompok pengusung khilafah layu sebelum berkembang karena pemerintah segera membubarkan kelompok tersebut. Dalam hal ekonomi dan keuangan, negara RI mampu keluar dari cekaman krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada 1997 dan 2008.
Fakta-fakta historis-empiris-politis-sosiologis sebagaimana dikemukakan di atas dapat dijadikan bukti bahwa NKRI dari masa ke masa sudah teruji dan berhasil mengatasi berbagai cobaan, tantangan, krisis, dan ancaman yang dialaminya. Fakta ini menunjukkan bahwa RI tetap survive dan daya tahan NKRI sangat kuat serta tangguh. Kita yakin dan optimistis NKRI tetap utuh dan tidak akan bubar.
Cerita fiksi sebagaimana digambarkan di dalam novel Ghost Fleet racikan PW Singer dan August Cole bahwa Indonesia akan bubar pada 2030 tidak meyakinkan. Terlalu naif untuk memercayai fiksi.
(zik)
Sumber: Sindonews.com
Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Sebelum kemerdekaan RI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 isu sensitif yang dihadapi founding fathers adalah tentang dasar negara. Persoalan ini dibicarakan oleh kelompok nasionalis netral agama dan nasionalis muslim di sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI, dibentuk pada 24 April 1945, melaksanakan sidangnya pada 29 Mei-1 Juni 1945 dan pada 10-16 Juli 1945. Pada mulanya, kalangan nasionalis muslim mengusulkan Islam sebagai dasar negara. Setelah Soekarno menyampaikan pidatonya tentang Pancasila pada 1 Juni 1945, kelompok nasionalis netral agama dan nasionalis muslim menerima Pancasila gagasan Soekarno. Kemudian Pancasila usulan Soekarno itu direformulasi oleh Tim Sembilan dengan urutan sila dan rumusannya seperti yang kita kenal sekarang ini.
Apa yang ingin saya utarakan dengan mengungkap fragmen sejarah di atas? Para founding fathers mampu saling mengakomodasi aspirasi politik kebangsaan dan kenegaraan sehingga bangsa Indonesia yang majemuk ini tetap utuh. Persoalan dasar negara terselesaikan. Fenomena yang sama terjadi pasca-Pemilu 1955 yang saat itu Konstituante hendak menyusun undang-undang dasar baru dan dasar negara kembali menjadi perdebatan. Perdebatan alot tentang dasar negara menyebabkan terjadinya kebuntuan politik. Menghadapi situasi ini, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, isinya kembali ke UUD 1945 yang berarti Pancasila tetap menjadi dasar negara. Sekali lagi, persoalan dasar negara terselesaikan.
Berhasil Mengatasi Ancaman
Sejak awal berdirinya, ancaman terhadap integritas NKRI mengguncang bertubi-tubi. Dengan taktik politik hendak memecah belah NKRI, Belanda mendiktekan berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) yang antara lain terdiri dari Negara Sumatra Selatan, Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dll. Namun RIS hanya bertahan kurang dari satu tahun (1949-1950) karena para pemimpin RI sadar bahwa RIS telah menyimpang dari cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945. RIS ditinggalkan dan NKRI pun ditegakkan kembali secara utuh dan berdaulat.
Pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memberontak di Jawa Barat dan memproklamasikan berdirinya Darul Islam (DI). Ia memimpin pasukannya (Tentara Islam Indonesia/TII) dan mengklaim sebagai imam (kepala negara). Gerakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo diikuti oleh Kahar Muzakkar di Makassar dan oleh Daud Beureueh di Aceh. Gerakan DI/TII di Jawa Barat, Makassar, dan Aceh bertujuan untuk mendirikan negara berbasis Islam. Ketiga pemberontakan ini dipadamkan oleh tentara RI. Gerakan DI/TII Kartosuwiryo ditumpas pada 1962, gerakan DI/TII Kahar Muzakkar ditekuk pada 1960, dan gerakan DI/TII Daud Beureueh diredam pada 1959.
Ancaman lain terhadap NKRI datang dari Republik Maluku Selatan (RMS) yang diproklamasikan pada 25 April 1950 dan Dr Chris Soumokil mengklaim sebagai presidennya. Tujuan utama gerakan RMS adalah mendirikan negara merdeka dengan pemerintahan sendiri yang berdaulat. Pembangkangan RMS ditumpas oleh tentara RI dan pemimpin pemberontak, Soumokil, ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962. Soumokil diadili di pengadilan militer di Jakarta, dijatuhi hukum mati dan dieksekusi pada 12 April 1966.
Selanjutnya ancaman terhadap integritas NKRI datang dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dideklarasikan di Padang pada 15 Februari 1958. PRRI merupakan puncak eskalasi konflik antara pemerintah pusat (Jakarta) dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat segera melakukan operasi militer gabungan yang melibatkan Angkatan Darat, Laut, dan Udara yang disebut sebagai Operasi Tegas. Operasi Tegas berhasil menumpas PRRI dan dalam waktu singkat banyak pemimpin PRRI menyerahkan diri. Pada 29 Mei 1961 Ahmad Husein selaku panglima tertinggi menyerahkan diri dan tamatlah riwayat PRRI.
Pemberontakan Perjuangan Semesta (Permesta) yang pecah pada 2 Maret 1967 dan dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual juga merupakan ancaman terhadap keutuhan NKRI. Permesta menyatakan dukungannya kepada PRRI yang berbasis di Padang. Pembangkangan Permesta ini pun dapat diredam oleh tentara RI. Pada 1961 pemerintah pusat, melalui Keppres Nomor 322/ 1961 memberikan amnesti dan abolisi kepada siapa saja yang terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Amnesti dan abolisi yang sama juga diberikan kepada siapa saja yang terlibat dalam pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Makassar.
Daya Tahan yang Tangguh
Dari masa ke masa NKRI terus diuji dengan berbagai cobaan, tantangan, dan ancaman dengan berbagai motif dan isu-isu peka yang berbeda. Dalam menghadapi ancaman ini NKRI dari masa ke masa membuktikan daya tahannya yang kuat dan tangguh. Pada 2005 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dapat diselesaikan di Helsinki (Finlandia) dengan mengedepankan dialog dan perundingan sehingga tercapai kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan GAM. Begitupula Pemerintah RI mampu meredam gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) sehingga Papua tetap menjadi bagian sah Republik Indonesia, yang dengan demikian keutuhan NKRI tetap terjaga.
Setelah tumbangnya Orde Baru konflik bernuansa agama pecah antara kelompok beragama Islam dan penganut Kristen di Poso dan Ambon. Terjadi saling bakar rumah hunian dan rumah ibadah. Melalui dialog dan kesepakatan Malino I & II, konflik tersebut dapat diselesaikan dan perdamaian antara kedua belah pihak tercipta. Juga, clash suku Dayak dan Madura di Sampit dapat diselesaikan secara proporsional. Gerakan kelompok pengusung khilafah layu sebelum berkembang karena pemerintah segera membubarkan kelompok tersebut. Dalam hal ekonomi dan keuangan, negara RI mampu keluar dari cekaman krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada 1997 dan 2008.
Fakta-fakta historis-empiris-politis-sosiologis sebagaimana dikemukakan di atas dapat dijadikan bukti bahwa NKRI dari masa ke masa sudah teruji dan berhasil mengatasi berbagai cobaan, tantangan, krisis, dan ancaman yang dialaminya. Fakta ini menunjukkan bahwa RI tetap survive dan daya tahan NKRI sangat kuat serta tangguh. Kita yakin dan optimistis NKRI tetap utuh dan tidak akan bubar.
Cerita fiksi sebagaimana digambarkan di dalam novel Ghost Fleet racikan PW Singer dan August Cole bahwa Indonesia akan bubar pada 2030 tidak meyakinkan. Terlalu naif untuk memercayai fiksi.
(zik)
Sumber: Sindonews.com