Lihatlah dunia seolah serentak bergerak
menuju digitasi. Teknologi Informasi (TI) merambah ke setiap bidang
kehidupan, tidak terkecuali bidang hukum. Dampaknya berupa
pelipatgandaan jumlah e-Bisnis, komunikasi digital, bukti digital, hacking, serangan DDoS[1],
penipuan online dan segala kejahatan di ranah digital yang harus
diselesaikan litigasi. Dari hari ke hari kasus kejahatan cyber
meningkat dan kebutuhan pengacara cyber cenderung meningkat. Pengacara
jenis ini tidak hanya menyajikan kasus mereka dalam perspektif yang
benar, tetapi juga dapat membantu perusahaan dalam menangani kasus
terutama menjaga bukti dan dengan demikian membantu untuk mengadili para
pelaku pelanggaran hukum cyber.
Pengacara inilah yang akan memberi
nasehat hukum tentang legalitas format elektronik, kontrak online,
masalah pelanggaran dan kejahatan cyber. Mereka juga memberikan saran
klien mengenai aspek hukum mengenai media sosial, masalah yang berkaitan
dengan bukti elektronik, perselisihan nama domain, perlindungan dan
pelestarian hak kekayaan intelektual di ruang cyber. Mereka juga
menangani masalah yang terkait dengan perlindungan data.
Seiring dengan dinamika TI, tantangan
pengacara cyber semakin meningkat sehingga muncul kebutuhan untuk
memperbarui pengetahuan teknis. Perubahan utama adalah pergerakan data
dari hard disk/analitis data statistik pada penyimpanan data yang
berbeda, dari browser berbasis cloud sampai telefon
seluler (Ponsel). Sehingga Saat ini ruang lingkup cyber mencakup tiga
kategor yakni : komputer, jaringan dan Ponsel. Masing-masing memerlukan
seperangkat pengetahuan berbeda tentang protokol, teknologi, sistem
operasi, perangkat dll.
Dalam bidang cyber, tantangan pengacara teknologi jauh lebih banyak dibanding dengan mereka yang menekuni bidang lain, karena bukti digital asli selalu tetap utuh selama litigasi, pengacara pembela diharapkan untuk mendapatkan bukti digital diperiksa secara forensik[2] dalam pembelaan.
Dalam bidang cyber, tantangan pengacara teknologi jauh lebih banyak dibanding dengan mereka yang menekuni bidang lain, karena bukti digital asli selalu tetap utuh selama litigasi, pengacara pembela diharapkan untuk mendapatkan bukti digital diperiksa secara forensik[2] dalam pembelaan.
Dunia hukum ditengarai dengan dua bidang
yakni hukum pidana dan hukum yang dimana prosedur hukum nya sama
ketika diajukan ke meja hijau pada dua domain ini termasuk teknologi
cyber.
Keterampilan untuk melakukan uji coba
perdata atau pidana memerlukan minimal praktik 5-7 tahun yang melibatkan
pelatihan dengan praktisi yang memenuhi syarat di sidang pengadilan.
Tentu saja untuk berkarir menjadi
pengacara cyber perlu ketrampilan dan piawai menangani persoalan
komputer, memahami teknologi informasi dan harus selalu mengikuti
perkembangan terakhir di bidangnya. Tentu saja dia menjadi seorang
pengacara cyber harus terampil mengumpulkan informasi dengan mengunakan
berbagai mesin pencari, mampu berkomunikasi dan berempati terhadap
korban dan berkomunikasi dengan petugas kepolisian.
Para pengacara yang sudah praktek dapat
memainkan peran penting dengan memasuki bidang ini sebagai advokat yang
ahli dalam bidang hukum dan berada dalam posisi yang lebih baik untuk
menerapkan keterampilan hukum untuk kasus-kasus cyber asalkan mereka
memperoleh pengetahuan jaringan dan teknologi komputer lainnya.
Teknokrat yang bergerak ke bidang hukum
perlu menjalani pelatihan dalam persidangan pidana atau perdata dan
untuk memperoleh keterampilan pemeriksaan silang, argumen, interpretasi,
jika tidak mereka mungkin pengacara yang mungkin menjadi konsultan yang
baik pada teknologi dunia maya atau kepatuhan tetapi tidak dapat
mengembangkan kekuasaan dalam litigasi atau bahkan konsultan cyber.
Popularitas hukum cyber sebagai karir
masa kini dan akan profesi yang menjanjikan di masa depan. Kunci utama
menjadi pengacara cyber untuk senantiasa belajar hukum &
teknologi. Selanjutnya, pertumbuhan eksponensial terus perangkat
elektronik dan kejahatan cyber menyebabkan kebutuhan pengacara cyber
yang mendesak, dengan demikian, pertumbuhan profesi akan lebih besar
daripada profesi lain.
Sudah saatnya fakultas hukum
menyesuaikan sarana tradisional dengan memasukkan klinik,
externships dan kuliah berorientasi teknologi yang menarik perhatian
para praktisi berbakat. Mungkin mereka dapat mengundang pengacara yang
ahli teknologi, atau mendirikan sebuah klinik start-up untuk melatih
mahasiswa untuk melayani pelayanan bisnis teknologi baru.
(Laksanto Utomo)
[1] Serangan DoS (denial-of-service attacks‘) adalah jenis serangan terhadap komputer atau server di dalam jaringan internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki oleh komputer tersebut sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar sehingga secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk memperoleh akses layanan dari komputer yang diserang tersebut.
[1] Serangan DoS (denial-of-service attacks‘) adalah jenis serangan terhadap komputer atau server di dalam jaringan internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki oleh komputer tersebut sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar sehingga secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk memperoleh akses layanan dari komputer yang diserang tersebut.
[2] (Forensik) Analisis media digital untuk mendeteksi pemalsuan atau manipulasi. Digital forensics (kadang dsebut digital forensic science) adalah cabang sains forensik mencakup Pemulihan dan investigasi materi yang ditemukan di perangkat digital, sering dikaitkan dengan kejahatan komputer. Istilah forensik digital pada awalnya digunakan sebagai sinonim untuk forensik komputer namun telah diperluas untuk mencakup penyelidikan terhadap semua perangkat yang mampu menyimpan data digital.
Sumber: https://legaleraindonesia.com/dicari-pengacara-cyber/
Tags:
Opini