Model Pengelolaan Karyawan Generasi Now pada Era Industri 4.0.
Penulis: Pramudianto
Tantangan terbesar bagi orang-orang yang berkecimpung dalam dunia sumber daya manusia saat ini adalah budaya perusahaan, teknologi, dan inovasi. Era industri 4.0 dan jumlah penduduk usia produktif terbesar di dunia pada 2025-2030 sangat memengaruhi pengelolaan sumber daya manusia Indonesia.
Oleh karena itu, setidaknya ada empat hal yang penting diperhatikan. Pertama, mempersiapkan angkatan muda generasi now dapat memasuki dunia kerja sesuai kebutuhan perusahaan yang lebih fokus pada inovasi dan teknologi (Pricewaterhouse Coopers mengingatkan bahwa generasi milenial membutuhkan inovasi, kolaborasi, dan teknologi)
Kedua, adanya gap generasi yang cukup besar antara generasi X (bahkan baby boomers) dengan generasi now, khususnya dalam masalah budaya. Sehingga diperlukan penghubung atau jembatan untuk dapat mempertemukan mereka dalam dunia kerja agar terjadi kolaborasi yang mampu mendongkrak kinerja.
Tiga, membangun relasi dengan departemen lain untuk menjadi partner mencapai tujuan perusahaan.
Empat, perlu disesuaikan kurikulum pelatihan atau cara-cara pengembangan karyawan agar memiliki multitalenta, sehingga mampu meningkatkan kinerja.
McKinsey mengingatkan, ada tiga hal penting yang perlu diwaspadai, yaitu: Jobs Lost, Jobs Gained dan Jobs Changed, dampak dari otomasi di perusahaan-perusahaan ke depan.
VUCA
Dalam situasi lingkungan VUCA (Vibrant, Ubiquitous, Collaborative, and Agile) para pemimpin dituntut untuk memiliki kejelasan visi jangka panjang, namun fleksibel dan adaptif dengan durasi tempo respon yang pendek.
Vibrant sering diartikan sebagai getaran jika kita mempelajari ilmu musik, namun juga bisa diartikan semangat. Vibrant mengajak pemimpin siap menghadapi perubahan zaman yang cepat dan bahkan secepat dan tidak kelihatan gerakannya seperti air atau bensin yang menguap.
Ubiquitous bermakna ”ada di mana-mana” dan merupakan sinonim dari kata omnipresent. Ubiquitous (baca: Yubikitas) adalah sebuah teknologi baru yang memudahkan user dan dapat melakukan segala sesuatu seperti yang keinginan user. Teknologi menjadi jawaban atas tantangan ke depan, cukup dengan smartphone, kita bisa melakukan banyak hal berkait bisnis dan learning.
Collaborative alias bekerjasama, saling bersinergi, menyatukan potensi kita dengan potensi orang lain demi tujuan tertentu. Kolaborasi yang baik akan terbangun dari sekumpulan orang mandiri yang menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin hidup tanpa bersinergi. Ciri-ciri orang kolaboratif adalah menghargai setiap perbedaan dan bekerja sama mencapai tujuan. Aspek yang berbeda memberikan berbagai alternatife solusi dan kontribusi maksimal.
Agile, sering diartikan tangkas atau lincah. Ini mengingatkan saya dengan kisah Daud mengalahkan Goliat. Duel yang tidak seimbang, namun dimenangkan oleh orang yang tidak diperhitungkan. Menurut Galdwell, kemenangan Daud merupakan keniscayaan. Bagaimana tidak? Daud lincah dan cepat, sedangkan Goliat demikian lamban, lantaran dibebani berat tubuh, baju, serta senjata. Daud prajurit pelontar (jarak jauh), Goliat prajurit infantri (jalan kaki). Senjata Goliat primitif, sedangkan senjata Daud jauh lebih modern—prototipe sebuah senapan. Agility atau kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan ini berkaitan erat dengan kecepatan dan kelenturan.
Pengelolaan sumber daya manusia generasi now pada era industri 4.0 dan dalam lingkungan VUCA perlu memperhatikan perangkat yang berkaitan dengan budaya, teknologi, dan inovasi.
Human Idea
Dalam dunia pengelolaan sumber daya manusia, awalnya kita mengenal HR Administration, HR Practice, HR Strategic, Human Capital, Digital HR, dan saat ini telah berkembang menjadi HUMAN IDEA.
Human Idea sebagai model pengelolaan sumber daya manusia berawal dari dunia Pendidikan yang dihebohkan dengan kurikulum 2013 dimana saat ujian menggunakan soal dengan model HOTS.
Menurut Lorin Anderson, David Krathwohl, dkk. urutan HOTS adalah (1) mengingat (remember); (2) memahami (understand); (3) mengaplikasikan (apply); (4) menganalisis (analyze); (5) mengevaluasi (evaluate); dan (6) mencipta (create). Tingkatan 1 hingga 3, dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS). Sedangkan butir 4 sampai 6 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Jika dikaitkan dengan benih dalam ”Perumpaman tentang Seorang Penabur”, bisa dijelaskan demikian. Mengingat diumpamakan benih yang jatuh di pinggir jalan, bagaikan orang yang mendengar, namun banyak yang dipikirkan, sehingga yang didengarnya sekejap dilupakan.
Memahami seperti benih jatuh di tanah yang berbatu-batu; orang yang setelah mendengar dengan baik, menerimanya dengan gembira, tetapi apa yang mereka dengar tidak berakar, mereka percaya sebentar. Namun, ketika galau apa yang didengar tidak dipercaya lagi.
Mengaplikasikan bagai benih yang jatuh dalam semak duri; orang yang telah mendengar dengan baik, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terimpit oleh kekuatiran, kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.
Sedangkan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta yang dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi bagaikan benih yang jatuh di tanah yang baik. Orang yang setelah mendengar, menyimpannya dalam hati, dan mengeluarkan buah dalam ketekunan. Ketika benih itu jatuh pada tanah yang baik, terdapat ungkapan, sekaligus pengakuan, ”Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Tuhan yang memberi pertumbuhan.”
Human Idea menggunakan prinsip-prinsip dunia pertanian.
1. Menanam, proses ini sangat penting dengan mempertimbangkan empat faktor. Pertama, penyediaan lahan, artinya menyediakan budaya baru yaitu budaya feedback, keterbukaan dan kolaborasi agar terjadi sinergi dan kinerja tinggi antara karyawan baru (generasi now) dan yang lama (gen X atau baby boomers). Kedua, benih. Tidak semua generasi now adalah benih yang baik, sehingga memilih calon karyawan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk kesinambungan bisnis. Ketiga, menanam membutuhkan waktu yang tepat, momentum rekrutmen harus diselaraskan dengan kegiatan bisnis. Keempat, menempatkan benih harus tepat pada lahan yang sudah dipersiapkan, demikian juga menempatkan karyawan baru harus dengan coach yang tepat.
2. Menyiram, ketika seluruh karyawan beraktivitas dan berkinerja tinggi, perusahaan memberikan peluang dan memfasilitasi mereka untuk mengeksplorasi diri, untuk menemukan terobosan-terobosan pengetahuan. Saatnya meninggalkan Knowledge Workers menuju Learning Workers.
3. Memberi Pertumbuhan, sinar matahari dan air menjadi faktor penting bagi suatu pertumbuhan, seorang pemimpin memiliki peran penting bagi karyawan dalam hal: a. Membangun suasana kantor yang menyenangkan sehingga bisa memicu ide-ide kreatif, b. Mampu mengeksplorasi pikiran tim dari ide-ide kreatif menjadi inovasi baru, c. Mengaktualisasi inovasi menjadi produk atau jasa yang sukses bagi perusahaan.
Dalam sudut pandang Human Idea, karyawan merupakan pencipta dan pelaku perubahan, dan memfokuskan pada mengeksplorasi dan menyelaraskan nilai yang ada dalam diri karyawan dan perusahaan untuk menghadapi perubahan, sehingga muncul inovasi baru agar tujuan tercapai. Hasil yang didapat mampu menyajikan inovasi baru sejalan dengan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
Pramudianto (HR Consultant, Author, Speaker & Coach)
Link: http://www.satuharapan.com/read-detail/read/human-idea
Penulis: Pramudianto
Tantangan terbesar bagi orang-orang yang berkecimpung dalam dunia sumber daya manusia saat ini adalah budaya perusahaan, teknologi, dan inovasi. Era industri 4.0 dan jumlah penduduk usia produktif terbesar di dunia pada 2025-2030 sangat memengaruhi pengelolaan sumber daya manusia Indonesia.
Oleh karena itu, setidaknya ada empat hal yang penting diperhatikan. Pertama, mempersiapkan angkatan muda generasi now dapat memasuki dunia kerja sesuai kebutuhan perusahaan yang lebih fokus pada inovasi dan teknologi (Pricewaterhouse Coopers mengingatkan bahwa generasi milenial membutuhkan inovasi, kolaborasi, dan teknologi)
Kedua, adanya gap generasi yang cukup besar antara generasi X (bahkan baby boomers) dengan generasi now, khususnya dalam masalah budaya. Sehingga diperlukan penghubung atau jembatan untuk dapat mempertemukan mereka dalam dunia kerja agar terjadi kolaborasi yang mampu mendongkrak kinerja.
Tiga, membangun relasi dengan departemen lain untuk menjadi partner mencapai tujuan perusahaan.
Empat, perlu disesuaikan kurikulum pelatihan atau cara-cara pengembangan karyawan agar memiliki multitalenta, sehingga mampu meningkatkan kinerja.
McKinsey mengingatkan, ada tiga hal penting yang perlu diwaspadai, yaitu: Jobs Lost, Jobs Gained dan Jobs Changed, dampak dari otomasi di perusahaan-perusahaan ke depan.
VUCA
Dalam situasi lingkungan VUCA (Vibrant, Ubiquitous, Collaborative, and Agile) para pemimpin dituntut untuk memiliki kejelasan visi jangka panjang, namun fleksibel dan adaptif dengan durasi tempo respon yang pendek.
Vibrant sering diartikan sebagai getaran jika kita mempelajari ilmu musik, namun juga bisa diartikan semangat. Vibrant mengajak pemimpin siap menghadapi perubahan zaman yang cepat dan bahkan secepat dan tidak kelihatan gerakannya seperti air atau bensin yang menguap.
Ubiquitous bermakna ”ada di mana-mana” dan merupakan sinonim dari kata omnipresent. Ubiquitous (baca: Yubikitas) adalah sebuah teknologi baru yang memudahkan user dan dapat melakukan segala sesuatu seperti yang keinginan user. Teknologi menjadi jawaban atas tantangan ke depan, cukup dengan smartphone, kita bisa melakukan banyak hal berkait bisnis dan learning.
Collaborative alias bekerjasama, saling bersinergi, menyatukan potensi kita dengan potensi orang lain demi tujuan tertentu. Kolaborasi yang baik akan terbangun dari sekumpulan orang mandiri yang menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin hidup tanpa bersinergi. Ciri-ciri orang kolaboratif adalah menghargai setiap perbedaan dan bekerja sama mencapai tujuan. Aspek yang berbeda memberikan berbagai alternatife solusi dan kontribusi maksimal.
Agile, sering diartikan tangkas atau lincah. Ini mengingatkan saya dengan kisah Daud mengalahkan Goliat. Duel yang tidak seimbang, namun dimenangkan oleh orang yang tidak diperhitungkan. Menurut Galdwell, kemenangan Daud merupakan keniscayaan. Bagaimana tidak? Daud lincah dan cepat, sedangkan Goliat demikian lamban, lantaran dibebani berat tubuh, baju, serta senjata. Daud prajurit pelontar (jarak jauh), Goliat prajurit infantri (jalan kaki). Senjata Goliat primitif, sedangkan senjata Daud jauh lebih modern—prototipe sebuah senapan. Agility atau kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan ini berkaitan erat dengan kecepatan dan kelenturan.
Pengelolaan sumber daya manusia generasi now pada era industri 4.0 dan dalam lingkungan VUCA perlu memperhatikan perangkat yang berkaitan dengan budaya, teknologi, dan inovasi.
Human Idea
Dalam dunia pengelolaan sumber daya manusia, awalnya kita mengenal HR Administration, HR Practice, HR Strategic, Human Capital, Digital HR, dan saat ini telah berkembang menjadi HUMAN IDEA.
Human Idea sebagai model pengelolaan sumber daya manusia berawal dari dunia Pendidikan yang dihebohkan dengan kurikulum 2013 dimana saat ujian menggunakan soal dengan model HOTS.
Menurut Lorin Anderson, David Krathwohl, dkk. urutan HOTS adalah (1) mengingat (remember); (2) memahami (understand); (3) mengaplikasikan (apply); (4) menganalisis (analyze); (5) mengevaluasi (evaluate); dan (6) mencipta (create). Tingkatan 1 hingga 3, dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS). Sedangkan butir 4 sampai 6 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Jika dikaitkan dengan benih dalam ”Perumpaman tentang Seorang Penabur”, bisa dijelaskan demikian. Mengingat diumpamakan benih yang jatuh di pinggir jalan, bagaikan orang yang mendengar, namun banyak yang dipikirkan, sehingga yang didengarnya sekejap dilupakan.
Memahami seperti benih jatuh di tanah yang berbatu-batu; orang yang setelah mendengar dengan baik, menerimanya dengan gembira, tetapi apa yang mereka dengar tidak berakar, mereka percaya sebentar. Namun, ketika galau apa yang didengar tidak dipercaya lagi.
Mengaplikasikan bagai benih yang jatuh dalam semak duri; orang yang telah mendengar dengan baik, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terimpit oleh kekuatiran, kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.
Sedangkan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta yang dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi bagaikan benih yang jatuh di tanah yang baik. Orang yang setelah mendengar, menyimpannya dalam hati, dan mengeluarkan buah dalam ketekunan. Ketika benih itu jatuh pada tanah yang baik, terdapat ungkapan, sekaligus pengakuan, ”Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Tuhan yang memberi pertumbuhan.”
Human Idea menggunakan prinsip-prinsip dunia pertanian.
1. Menanam, proses ini sangat penting dengan mempertimbangkan empat faktor. Pertama, penyediaan lahan, artinya menyediakan budaya baru yaitu budaya feedback, keterbukaan dan kolaborasi agar terjadi sinergi dan kinerja tinggi antara karyawan baru (generasi now) dan yang lama (gen X atau baby boomers). Kedua, benih. Tidak semua generasi now adalah benih yang baik, sehingga memilih calon karyawan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk kesinambungan bisnis. Ketiga, menanam membutuhkan waktu yang tepat, momentum rekrutmen harus diselaraskan dengan kegiatan bisnis. Keempat, menempatkan benih harus tepat pada lahan yang sudah dipersiapkan, demikian juga menempatkan karyawan baru harus dengan coach yang tepat.
2. Menyiram, ketika seluruh karyawan beraktivitas dan berkinerja tinggi, perusahaan memberikan peluang dan memfasilitasi mereka untuk mengeksplorasi diri, untuk menemukan terobosan-terobosan pengetahuan. Saatnya meninggalkan Knowledge Workers menuju Learning Workers.
3. Memberi Pertumbuhan, sinar matahari dan air menjadi faktor penting bagi suatu pertumbuhan, seorang pemimpin memiliki peran penting bagi karyawan dalam hal: a. Membangun suasana kantor yang menyenangkan sehingga bisa memicu ide-ide kreatif, b. Mampu mengeksplorasi pikiran tim dari ide-ide kreatif menjadi inovasi baru, c. Mengaktualisasi inovasi menjadi produk atau jasa yang sukses bagi perusahaan.
Dalam sudut pandang Human Idea, karyawan merupakan pencipta dan pelaku perubahan, dan memfokuskan pada mengeksplorasi dan menyelaraskan nilai yang ada dalam diri karyawan dan perusahaan untuk menghadapi perubahan, sehingga muncul inovasi baru agar tujuan tercapai. Hasil yang didapat mampu menyajikan inovasi baru sejalan dengan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
Pramudianto (HR Consultant, Author, Speaker & Coach)
Link: http://www.satuharapan.com/read-detail/read/human-idea
Tags:
Opini