Banyak Catatan Setelah 74 Tahun Merdeka
Banyak sudah pencapaian kita sebagai bangsa setelah merdeka 74 thun lalu. Namun demikian, sangat banyak persoalan besar yang masih harus ditangani dan dicarikan solusinya agar seluruh bangsa mampu menikmati arti kemerdekaan dengan sepenuhnya.
Menyambut perayaan kemerdekaan RI ke-74, kita perlu merenung dan melakukan introspeksi. Apakah langkah yang ditempuh selama ini sesuai dan sepadan dengan jerih payah para founding fathers yang mengorbankan jiwa raga mereka demi kemerdekaan ini?
Secara fisik pencapaian kita selama 74 tahun sudah sangat jauh. Indonesia jauh lebih maju dibandingkan masa-masa sebelum kemerdekaan. Kita bukan lagi negara miskin yang selalu kekurangan pangan dan terlanda wabah penyakit. Kita telah mampu membebaskan sebagian besar rakyat dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, meski masih banyak pula yang masih tertinggal dan membutuhkan perhatian.
Indonesia juga dihormati dalam pergaulan dunia, bahkan beberapa kali menempatkan diri sebagai pemimpin diantara bangsa-bangsa yang lain. Kita pernah mendirikan dan memimpin Gerakan Non Blok, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika, mendirikan dan memimpin ASEAN, juga banyak forum internasional lainnya.
Saat ini Indonesia juga dihormati sebagai negara berkembang dengan populasi muslim terbesar di dunia yang berkomitmen menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Kita mampu menyelenggarakan pemilu serentak dengan lancar tanpa kekacauan yang berarti. Bahkan pemilihan langsung telah diselenggarakan untuk memilih pemimpin di tingkat provinsi dan kabupaten/kota secara demokratis.
Dengan demikian, dilihat dari aspek politik, sudah banyak sekali kemajuan yang kita capai setelah kemerdekaan tahun 1945. Bangsa Indonesia telah menunjukkan kepada dunia mampu mengatur diri sendiri, bahkan menunjukkan prestasi yang membanggakan di kancah pergaulan internasional.
Namun demikian ada beberapa catatan yang harus menjadi perhatian ke depan agar perjalanan kita sebagai bangsa dan Negara bisa lebih kuat dan mampu melaju lebih kencang lagi.
Pertama, kemiskinan masih menjadi problem besar dan ketimpangan pendapatan sangat tinggi. Jumlah penduduk miskin yang oleh pemerintah diklaim tinggal 9,7% adalah hasil dari pengukuran yang kurang berbobot. Ukuran yang dipakai masih terlalu rendah, yaitu pengeluaran sekitar Rp 10.000 per hari. Padahal ukuran Bank Dunia untuk Negara-negara berkembang adalah US$2 per hari atau sekitar Rp 28.500. Kalau kita jujur menggunakan ukuran Bank Dunia, jumlah penduduk miskin bisa 20% lebih.
Kedua, Kebocoran anggaran sangat tinggi sehingga efisiensi rendah. Hal ini bisa dilihat dari ICOR (incremental capital-output ratio) Indonesia yang tinggi, yaitu di atas 6. Padahal, rata-rata ICOR di Negara-negara Asia Tenggara hanya berkisar 3-4. Mengenai tingginya kebocoran anggaran terlihat dari banyaknya pejabat pemerintah, juga pejabat Negara, yang terjerat sanksi hukum karena melakukan korupsi.
Ketiga, mutu SDM masih rendah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti hal ini karena besar pengaruhnya terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Indonesia, katanya, sulit terpacu tinggi lantaran produktivitas sumber daya manusia (SDM) masih rendah. “Sudah hampir 10 tahun kita berkomitmen menganggarkan 20% APBN untuk pendidikan tapi hasilnya belum juga maksimal. Ini terlihat dari skor Program for International Student Assessment (PISA) yang belum setinggi negara-negara lain,” kata Sri Mulyani, Jumat (9/8).
Keempat, kepastian hukum belum baik. Penegakan hukum masih sering dikritik sebagai “tajam ke bawah dan tumpul keatas”. Ini bisa dilihat dalam berbagai kasus yang memperlihatkan penegakan hukum belum sepenuhnya dijalankan pemerintah sesuai prinsip “semua warga Negara sama di depan hukum”. Rendahnya mutu penegakan hukum tersebut mempengaruhi kepastian hukum, yang berdampak luas.
Kelima, konflik ideologis. Hingga saat ini, setelah 74 tahun RI merdeka, benturan ideologi masih terus berlangsung. Seharusnya masalah ini sudah selesai sehingga kita bisa bersama-sama dan bahu membahu membangun bangsa demi kemajuan seluruh rakyat Indonesia.
Masalah-masalah tersebut sangat penting untuk memperoleh perhatian serius. Bukan hanya oleh pemerintah, melainkan seluruh komponen bangsa. Bila para founding fathers mencita-citakan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat, hingga kini belumlah tercapai. Bila kita tidak ingin mengkhianati perjuangan mereka, maka menjadi tanggungjawab kita agar masalah-masalah tersebut tidak diabaikan, apalagi dikesampingkan.
Maka, kita perlu merenung dan mengevaluasi diri dalam merayakan kemerdekaan RI ke-74 ini. Ternyata banyak masalah yang masih harus dihadapi dan diselesaikan agar kita sebagai bangsa mampu menatap ke depan dengan kepala tegak untuk memenangkan persaingan dengan bangsa-bangsa lain.
Sumber Berita:Berbagai sumber
http://www.sinarharapan.co
Banyak sudah pencapaian kita sebagai bangsa setelah merdeka 74 thun lalu. Namun demikian, sangat banyak persoalan besar yang masih harus ditangani dan dicarikan solusinya agar seluruh bangsa mampu menikmati arti kemerdekaan dengan sepenuhnya.
Menyambut perayaan kemerdekaan RI ke-74, kita perlu merenung dan melakukan introspeksi. Apakah langkah yang ditempuh selama ini sesuai dan sepadan dengan jerih payah para founding fathers yang mengorbankan jiwa raga mereka demi kemerdekaan ini?
Secara fisik pencapaian kita selama 74 tahun sudah sangat jauh. Indonesia jauh lebih maju dibandingkan masa-masa sebelum kemerdekaan. Kita bukan lagi negara miskin yang selalu kekurangan pangan dan terlanda wabah penyakit. Kita telah mampu membebaskan sebagian besar rakyat dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, meski masih banyak pula yang masih tertinggal dan membutuhkan perhatian.
Indonesia juga dihormati dalam pergaulan dunia, bahkan beberapa kali menempatkan diri sebagai pemimpin diantara bangsa-bangsa yang lain. Kita pernah mendirikan dan memimpin Gerakan Non Blok, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika, mendirikan dan memimpin ASEAN, juga banyak forum internasional lainnya.
Saat ini Indonesia juga dihormati sebagai negara berkembang dengan populasi muslim terbesar di dunia yang berkomitmen menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Kita mampu menyelenggarakan pemilu serentak dengan lancar tanpa kekacauan yang berarti. Bahkan pemilihan langsung telah diselenggarakan untuk memilih pemimpin di tingkat provinsi dan kabupaten/kota secara demokratis.
Dengan demikian, dilihat dari aspek politik, sudah banyak sekali kemajuan yang kita capai setelah kemerdekaan tahun 1945. Bangsa Indonesia telah menunjukkan kepada dunia mampu mengatur diri sendiri, bahkan menunjukkan prestasi yang membanggakan di kancah pergaulan internasional.
Namun demikian ada beberapa catatan yang harus menjadi perhatian ke depan agar perjalanan kita sebagai bangsa dan Negara bisa lebih kuat dan mampu melaju lebih kencang lagi.
Pertama, kemiskinan masih menjadi problem besar dan ketimpangan pendapatan sangat tinggi. Jumlah penduduk miskin yang oleh pemerintah diklaim tinggal 9,7% adalah hasil dari pengukuran yang kurang berbobot. Ukuran yang dipakai masih terlalu rendah, yaitu pengeluaran sekitar Rp 10.000 per hari. Padahal ukuran Bank Dunia untuk Negara-negara berkembang adalah US$2 per hari atau sekitar Rp 28.500. Kalau kita jujur menggunakan ukuran Bank Dunia, jumlah penduduk miskin bisa 20% lebih.
Kedua, Kebocoran anggaran sangat tinggi sehingga efisiensi rendah. Hal ini bisa dilihat dari ICOR (incremental capital-output ratio) Indonesia yang tinggi, yaitu di atas 6. Padahal, rata-rata ICOR di Negara-negara Asia Tenggara hanya berkisar 3-4. Mengenai tingginya kebocoran anggaran terlihat dari banyaknya pejabat pemerintah, juga pejabat Negara, yang terjerat sanksi hukum karena melakukan korupsi.
Ketiga, mutu SDM masih rendah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti hal ini karena besar pengaruhnya terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Indonesia, katanya, sulit terpacu tinggi lantaran produktivitas sumber daya manusia (SDM) masih rendah. “Sudah hampir 10 tahun kita berkomitmen menganggarkan 20% APBN untuk pendidikan tapi hasilnya belum juga maksimal. Ini terlihat dari skor Program for International Student Assessment (PISA) yang belum setinggi negara-negara lain,” kata Sri Mulyani, Jumat (9/8).
Keempat, kepastian hukum belum baik. Penegakan hukum masih sering dikritik sebagai “tajam ke bawah dan tumpul keatas”. Ini bisa dilihat dalam berbagai kasus yang memperlihatkan penegakan hukum belum sepenuhnya dijalankan pemerintah sesuai prinsip “semua warga Negara sama di depan hukum”. Rendahnya mutu penegakan hukum tersebut mempengaruhi kepastian hukum, yang berdampak luas.
Kelima, konflik ideologis. Hingga saat ini, setelah 74 tahun RI merdeka, benturan ideologi masih terus berlangsung. Seharusnya masalah ini sudah selesai sehingga kita bisa bersama-sama dan bahu membahu membangun bangsa demi kemajuan seluruh rakyat Indonesia.
Masalah-masalah tersebut sangat penting untuk memperoleh perhatian serius. Bukan hanya oleh pemerintah, melainkan seluruh komponen bangsa. Bila para founding fathers mencita-citakan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat, hingga kini belumlah tercapai. Bila kita tidak ingin mengkhianati perjuangan mereka, maka menjadi tanggungjawab kita agar masalah-masalah tersebut tidak diabaikan, apalagi dikesampingkan.
Maka, kita perlu merenung dan mengevaluasi diri dalam merayakan kemerdekaan RI ke-74 ini. Ternyata banyak masalah yang masih harus dihadapi dan diselesaikan agar kita sebagai bangsa mampu menatap ke depan dengan kepala tegak untuk memenangkan persaingan dengan bangsa-bangsa lain.
Sumber Berita:Berbagai sumber
http://www.sinarharapan.co